Rabu, 30 Desember 2009

konseling kelompok

KONSELING KELOMPOK

A. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling kelompok (group counseling) merupakan salah satu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberi umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar.

B. Beberapa Pendekatan Kelompok

  1. Psikoterapi Kelompok

Psikoterapi kelompok merupakan bantuan yang diberikan oleh psikoterapis terhadap klien untuk mengatasi disfungsi kepribadian dan interpersonalnya dengan menggunakan interaksi emosional dalam kelompok kecil. Karena itu psikoterapi kelompok lebih memfokuskan pada ketidaksadaran, menangani pasien yang mengalami gangguan “neurotik” atau problem emosional berat lain, dan biasanya dilakukan untuk jangka panjang.

  1. Konseling Kelompok

Konseling kelompok merupakan kelompok terapeutik yang dilaksanakan untuk membantu klien mengatasi masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Konseling kelompok mengatasi klien dalam keadaan normal, yaitu tidak sedang mengalami gangguan funsi-fungsi kepribadian. Pada umumnya konseling diselenggarakn untuk jangka pendek atau menengah.

  1. Kelompok Latihan dan Pengembangan

Kelompok latihan dan pengembangan merupakan pendidikan kesehatan mental dan bukan kelompok terapeutik. Tujuannya secara umum bersifat antisipatif dan pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya hambatan jika hal tersebut benar-benar alami.

  1. Diskusi Kelompok Terfokus

Diskusi kelompok terfokus (focus group discusion) merupakan kegiatan diskusi, tukar pikran beberapa orang mengenai topik-topik khusus yang telah disepakati oleh anggota kelompok. Peserta diskusi tidak harus memiliki masalah sebagaimana topik yang dibicarakan, tetapi ada minat untuk partisipasi dalam diskusi.

  1. Self-help

Self-help merupakan forum kelompok yang dijalankan oleh beberapa orang (sekitar 4-8 orang) yang mengalami masalah yang sama, dan mereka berkeinginan untuk saling tukar pikiran dan pengalaman sehubungan dengan cara mengatasi masalah yang dihadapi, dan cara mengembangkan potensinya secara optimal. Kelompok ini misalnya untuk kalangan alkoholik yang berkeinginan menghentikan kebiasannya, orang tua tanpa parner, dan sebagainya.

C. Tujuan Konseling

Konseling kelompok berfokus pada usaha membantu klien dalam melangkah melakukan perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasi tingkah laku, pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan karier (Gibson dan Mitchell, 1981).

Tujuan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses konseling, sedangkan tujuan operasional disesuaikan dengan harapan klien dan masalah yang dihadapi klien, kemudian dirumusakn secara bersama-sama antara klien dengan konselor (Pietrofesa dkk., 1978).

D. Manfaat dan Keterbatasan Konseling Kelompok

Pendekatan kelompok dikembangkan dalam proses konseling didasarkan atas pertimbangan bahwa pada dasarnya kelompok dapat pula membantu memecahkan individu atau sejumlah individu yang bermasalah. Wiener mengatakan bahwa interaksi kelompok memiliki pengaruh positif untuk kehidupan individual karena kelompok dapat dijadikan sebagai media terapeutik. Menurutnya interaksi kelompok dapat meningkatkan pemahaman diri dan baik untuk perubahan tingkah laku individual.

Selain itu terdapat berbagai keuntungan memanfaatkan kelompok sebagai proses belajar dan upaya membantu klien dalam pemecahan masalahnya antara lain:

1. Efisien. Konselor dapat menyediakan layanan untuk klien dalam jumlah yang banyak.

2. Konseling kelompok menyediakan konteks interpersonal sosial.

3. Klien memiliki kesempatan untuk mempraktekkan tingkah laku yang baru.

4. Memungkinkan klien untuk menempatkan permasalahan mereka dalam perspektif dan untuk memahami bagaimana persamaan dan perbedaannya satu sama lain.

5. Klien membentuk sistem yang mendukung untuk satu sama lain.

6. Klien dapat mempelajari kemampuan komunikasi interpersonal.

7. Klien diberi kesempatan untuk memberikan bantuan sebanding dengan ia menerima bantuan.

Namun demikian berbagai keuntungan itu tidak selalu diperolehnya, bergantung kepada ketepatan pemberian respon, kemampuan konselor mengelola kelompok, kesediaan klien mengikuti proses kelompok, kepercayaan klien kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses konseling.

Selain faktor-faktor keunggulan di atas, konseling kelompok juga memiliki beberapa keterbatasan. Secara singkat keterbatasan konseling kelompok sebagai berikut:

1. Setiap klien perlu berpengalaman konseling individual, baru bersedia memasuki konseling kelompok.

2. Konselor akan menghadapi masalah lebih kompleks pada konseling kelompok dan konselor secara spontan harus dapat memberi perhatian kepada setiap klien.

3. Kelompok dapat berhenti karena masalah “proses kelompok”.

4. Kekurangan informasi individu yang mana yang lebih baik ditangani dengan konseling kelompok dan yang mana yang sebaiknya ditangani dengan konseling individual.

5. Seseorang sulit percaya kepada anggota kelompok, akhirnya perasaan, sikap, nilai, dan tingkah laku tidak dapat di”bawa” ke situasi kelompok.

Jika dilihat dari sisi kliennya konseling kelompok tidak cocok untuk klien yang karakteristiknya sebagai berikut:

1. Dalam keadaan kritis.

2. Menganggap masalahnya bersifat konfidensial dan penting untuk dilindungi.

3. Sedang dalam penginterpretasian tes yang dihubungkan dengan self-concept.

4. Memiliki ketakutan bicara yang luar biasa.

5. Benar-benar tidak efektif dalam keterampilan berhubungan interpersonal.

6. Memiliki kesadaran yang sangat terbatas.

7. Klien mengalami penyimpangan seksual.

8. Klien membutuhkan perhatian yang sangat besar dan terlalu besar jika diselenggarakan dalam bentuk konseling kelompok.

E. Struktur dalam Konseling Kelompok

Konseling kelompok memiliki struktur yang sama dengan terapi kelompok pada umumnya. Struktur kelompok yang dimaksud menyangkut orang yang terlibat dalam kelompok, jumlah orang yang menjadi partisipan, banyak waktu yang diperlukan bagi suatu terapi kelompok, dan sifat kelompok (Corey, 1995; Gazda, 1989; Ohlen, 1977; dan Yalom, 1975).

1. Jumlah Anggota Kelompok

Sebagaimana terapi kelompok interaktif, konseling kelompok umumnya beranggota berkisar antara 4 sampai 12 orang. Berdasarkan hasil berbagai penelitian, jumlah anggota kelompok yang kurang dari 4 orang tidak efektif karena dinamika kelompok menjadi kurang hidup. Sebaliknya jika jumlah klien melebihi 12 orang adalah terlalu besar untuk konseling karena terlalu berat dalam mengelola kelompok (Yalom, 1975).

Untuk menetapkan jumlah klien yang dapat berpartisispasi dalam konseling kelompok dapat ditetapkan berdasarkan kemampuan konselor dan pertimbangan efektivitas proses konseling. Jika jumlah klien dipandang besar dan membutuhkan pengelolaan yang lebih baik, konselor dapat dibantu oleh ko-konselor.

2. Homogenitas Kelompok

Sebagian konseling kelompok dibuat homogen dari segi jenis kelamin, jenis masalah dan gangguan, kelompok usia, dan sebagainya. Penentuan homogenitas keanggotaan ini disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan konselor dalam mengelola konseling kelompok (Kaplan dan Sadock, 1971).

3. Sifat Kelompok

Sifat kelompok dapat terbuka dan tertutup. Terbuka jika pada suatu saat dapat menerima anggota baru, dan dikatakan tertutup jika keanggotaanya tidak memungkinkan adanya anggota baru. Pertimbangan penggunaan keanggotaan terbuka dan tertutup bergantung kepada keperluan.

Kelompok terbuka maupun tertutup terdapat keuntungan dan kerugiannya. Sifat kelompok adalah terbuka maka setiap saat kelompok dapat menerima anggota baru sampai batas yang dianggap cukup. Namun demikian adanya anggota baru dalam kelompok akan menyulitkan pembentukan kohesivitas anggota kelompok.

Konseling kelompok yang menerapkan anggota tetap dapat lebih mudah membentuk dan memelihara kohensivitasnya. Tetapi jika terdapat anggota kelompok yang keluar, dengan sistem keanggotaan demikian tidak dapat ditambahkan lagi dan harus menjalankan konseling berapa pun jumlah anggotanya.

4. Waktu Pelaksanaan

Lama waktu penyelenggaraan konseling kelompok sangat bergantung kepada kompleksitas permasalahan yang dihadapi kelompok. Secara umum konseling kelompok yang bersifat jangka pendek (short term group counseling) membutuhkan waktu pertemuan antara 8 samapi 20 pertemuan, dengan frekuensi pertemuan antara satu sampai tiga kali dalam seminggunya, dan durasinya antara 60 sampai 90 menit setiap pertemuan.

Durasi pertemuan konseling kelompok pada prinsipnya sangat ditentukan oleh situasi dan kondisi anggota kelompok. Konseling tidak dapat disesesaikan dengan memperpanjang durasi pertemuan, tetapi pada proses pembelajaran selama proses konseling.

Konseling kelompok umumnya diselenggarakan satu hingga dua kali dalam seminggu. Penyelenggaraanya dengan interval yang lebih sering akan mengurangi penyerapan dari informasi dan umpan balik yang didapatkan selama proses konseling. Jika terlalu jarang, misalnya satu dalam dua minggu, banyak informasi dan umpan balik yang dapat dilupakan.

F. Tahapan Konseling Kelompok

Konseling kelompok dilaksanakan secara bertahap terdapat enam tahap dalam konseling kelompok, yaitu:

1. Pra konseling: pembentukan kelompok.

Tahap ini merupakan tahap persiapan konseling kelompok. Pada tahap ini terutama pembentukan kelompok, yang dilakukan dengan seleksi anggota dan menawarkan program kepada calon peserta konseling sekaligus membangun harapan kepada calon peserta.

2. Tahap 1: tahap permulaan (Orientasi dan eksplorasi)

Pada tahap ini mulai menentukan struktur kelompok, mengeksplorasi harapan anggota, anggota mulai belajar fungsi kelompok, sekaligus mulai menegaskan tujuan kelompok.

3. Tahap 2: tahap transisi

Pada tahap ini diharapkan masalah yang dihadapi masing-masing klien dirumuskan dan diketahui apa sebab-sebabnya. Anggota kelompok mulai terbuka, tetapi sering terjadi pada fase ini justru terjadi kecemasan, resistensi, konflik, dan bahkan ambivalensi tentang keanggotaannya dalam kelompok atau enggan jika harus membuka diri.

4. Tahap 3: tahap kerja-kohesi dan produktivitas

Jika masalah yang dihadapi oleh masing-masing anggota kelompok diketahui, langkah berikutnya adalah menyusun rencana-rencana tindakan. Penyusunan tindakan ini disebut pula produktivitas. Kegiatan konseling kelompok terjadi yang ditandai dengan membuka diri lebih besar, menghilangkan defensifnya, terjadinya konfrontasi antar anggota kelompok, modeling, belajar perilaku baru, terjadi tranferensi, kohesifitas mulai terbentuk, mulai belajar bertanggung jawab, tidak lagi mengalami kebingungan.

5. Tahap 4: tahap akhir (Konsolidasi dan terminasi)

Anggota kelompok mulai mencoba melakukan perubahan-perubahan tingkah laku dalam kelompok. Setiap anggota kelompok memberi umpan balik terhadap yang dilakukan oleh anggota yang lain. Umpan balik ini sangat berguna untuk perbaikan (jika diperlukan) dan dilanjutkan dan diterapkan dalam kehidupan klien jika dipandang telah memadai. Karena itu implementasi ini berarti melakukan pelatihan dan perubahan dalam skala yang terbatas.

6. Setelah konseling: Tindak lanjut dan evaluasi

setelah berselang beberapa waktu, konseling kelompok perlu dievaluasi. Tindak lanjut dilakukan jika ternyata ada kendala-kendala dalam pelaksanaan di lapangan. Mungkin diperlukan upaya perbaikan terhadap rencana-rencana semula atau perbaikan terhadap cara pelaksanaannya.

G. Konselor, Ko-Konselor, dan Klien

Dalam proses konseling kelompok ada beberapa pihak yang terlibat,

1. Konselor

Konselor dalam konseling kelompok berperan sebagai pemimpin kelompok. Tugas konelor dalam pemimpin kelompok adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan. Sekalipun tuga utama mereka adalah melakukan pemeliharaan, pemrosesan, penyaluran dan arahan, tetapi cara penerapannya perlu mempertimbangkan situasinya.

2. Ko-Konselor

Adalah orang yang membantu konselor menjalankan perannya sebagai pimpinan kelompok. Ko-konselor ini jika ada harus berperan secara tepat. Kesalahan peran dapat menghambat proses konseling. Ko-konselor harus dapat bekerja sama dengan konselor untuk kepentingan klien.

3. Klien

Klien adalah anggota kelompok. Anggota kelompok pada dasarnya sebagai agen penolong bagi anggota yang lain. Peran anggota kelompok adalah sebagai berikut:

a. Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok.

b. Mencurahkan segenap perasaan dan melibatkan diri dalam kegiatan kelompok.

c. Berusaha agar apa yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.

d. Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha mematuhinya.

e. Berusaha secara aktif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.

f. Berkomunikasi secara terbuka.

g. Berusaha membantu anggota lain.

h. Memberi kesempatan kepada anggota lain untuk menjalankan perannya.

i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok.

Kelangsungan masing-masing pihak dapat menjalankan perannya dengan baik, dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya: harapan dan kesediaan mengikuti program, merasa ada manfaat atau hasil yang diperoleh pada sesi-sesi yang dilalui, ada kemampuan individu dalam keterlibatannya di kelompok. Kemampuan konseling juga dapat mempengaruhi apakah anggota kelompok berperan secara baik atau tidak.

H. Proses Kelompok dan Perilaku Anggota

Proses kelompok dimaksudkan sebagai gambaran tentang interaksi yang terjadi dan teramati di antara anggota dalam aktivitas konseling kelompok. Sejalan dengan tahapan-tahapannya, konseling kelompok diharapkan dapat tumbuh dan berkembang terutama dari segi interaksi anggota satu sama lainnya. Biasanya dalam proses kelompok secara bertahap akan terjadi kohesivitas, partisipasi, interaksi interpersonal di antara anggota. Dalam konseling kelompok proses-proses tersebut terjadi kalau terbentuk saling percaya di antara mereka berkat iklim yang dibangun oleh konselor.

I. Interaksi dalam Kelompok

Interaksi dalam kelompok sebenarnya sangat beragam polanya. Interaksi dapat terjadi apabila seorang memberi perhatian pada anggota kelompok, seorang anggota perhatian pada seorang anggota kelompok lain, setiap anggota kelompok saling memberi perhatian, dan sebagainya.

Dalam konseling kelompok yang dikembangkan adalah dinamika di mana konselor memberi perhatian kepada semua kliennya, demikian pula setiap anggota kelompok saling memberi perhatian satu sama lain. Dengan demikian pola hubungan yang diciptakan adalah hubungan yang setara sesama klien dan konselornya membantu dalam mengelola dinamika kelompok.

by : syam el-faqir dkk (si-nok, dedek, bun-bun, pipit)